Dibelakang bencana terlihat Wajah Tuhan
Dari terminal Rawamangun bus Damri yang saya tumpangi berjalan tertatih tatih disebabkan macet di Jalan Pemuda menjelang memasuki Jalan Tol Layang Sudiatmo menuju Bandara Soekarno Hatta. Pada mulanya saya agak khawatir juga kalau kalau terlambat karena menurut jadwal keberangkatan yang tertera pada tiket adalah jam 11.55, tanggal 30 September 2009. Biasanya penerbangan Jakarta – Padang memang sering delay, tapi tentu saya tak mau ambil resiko, apalagi belakangan harga tiket melambung mahal karena masih suasana lebaran, lebih mahal dari harga biasanya.
Suasana di terminal satu bandara Soekarno – Hatta tanpak seperti biasa, layaknya terminal bus saja karena sibuk dan padatnya penerbangan . Hal ini bisa dimengerti karena bandara di ibukota ini bukan saja melayani warga Jakarta , tetapi juga sibuknya penumpang transit yang datang dan pergi dari kota ke kota di daerah yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia . Untunglah sekarang sudah ada Terminal Tiga , itupun masih terasa tak memadai .Saya pun ikut bersesak dan berdesakan ketika chek in sampai ke ruang tunggu sebelum waktu keberangkatan. Benar juga rupanya, petugas di ruang tunggu mengumumkan bahwa penerbangan ke Padang mengalami keterlambatan sekitar satu jam dari jadwal yang ditentukan. Ha.. ha .kebiasaan ,, , , gerutu ibu muda yang duduk disebelah saya sambil menggendong anaknya yang mulai rewel .Tapi tak banyak wajah calon penumpang yang cemberut karena soal terlambat terbang ini sudah familiar pada masyarakat kita., seolah masalah molor ini sudah dianggap hal yang biasa saja
.
Selama penerbangan tak ada yang istimewa, seperti biasa setelah memperagakan cara cara penyelamatan dalam kondisi emergenci, serta membagikan segelas air mineral dan sepotong roti kecil, peragawati terlihat hanya mundar mandir saja, lalu berjualan bak pedagang asongan menjajakan souvenir yang mewakili promosi airline atau perusahaan yang bersangkutan.Beberapa saat sebelum mendarat, secara tiba tiba pesawat seolah terbang pada hampa udara, penumpang di sebalah saya terperanjat karena pesawat seolah terhempas yang membuat ngilu di pusar kita, seperti kita naik buaian kaliang saja. Kebetulan saya duduk disamping jendela, saya saksikan betapa indah dan cantik nya pulau pulau kecil dan pantai di bagian barat Sumatra ini, khususnya pantai Sumatra barat, kira kira pantai painan sampai Telukbayur lah. Cantik dan indah selai.
Sesampai di gedung teminal Bandara Internasional Minangkabau, saya bersegera menuju mushola untuk sholat zuhur, waktu menunjukan pukul 14.30, sementara saya membuat janji untuk bertemu dengan pihak Bank Nagari setelah sholat Ashar, jadi saya agak santai saja sambil melenggang naik bus Damri yang memang melewati kantor pusat Bank Nagari di Jl Pemuda Padang . Tentu saja tidak seperti Damri di Soekarno Hatta yang cepat penuh oleh penumpang, kalau di Bandara Internasional Minangkabau ini menunggu penumpangnya lama sekali, maklumlah. . . .
Sore itu Kota Padang terlihat cerah berawan, udara tidak terlalu panas, mungkin karena Bandara sudah agak kepinggir kota sekarang , angin sepoi sepoi dan sesekali terlihat suasana damai di sepanjang perjalanan menuju pusat kota . Perasaan saya saat itu juga tenang dan penuh percaya diri untuk bertemu dan membicarakan sekaligus mengantarkan contoh barang souvenir yang diperlukan Bank Nagari untuk memanjakan nasabah di semua kantor cabang nya yang tersebar di Sumbar, Riau dan Jakarta.
Pada jam yang sudah disepakati saya langsung menuju ruangan yang sudah diberitahu via telepon ketika saya akan menuju Bandara di Jakarta pagi harinya. Titian biasa lapuk,
Janji sudah terbiasa mungkir, rupaya Kepala Divisi Umun itu menghadiri rapat mendadak pula di ruang direksi, saya pun dirusuh kembali setelah sholat ashar oleh sekretasirnya yang kamek dan ramah. Baiklah ibu, , ,insyaAllah saya kembali setelah sholat sebentar lagi, begitu saya katakan dan saya pun berlalu. Sambil menunggu azan sore saya gunakan kesempatan singkat itu untuk membeli carger , kebetulan lupa bawa Sayapun menyebarang jalan dan masuk Mall Andalas yang ada Supermarket Ramayana di dalam nya. Sampai di pintu utama bangunan itu, angan saya terbang ke masa lalu, masa kanak kanak saya, di lokasi bangunan ini , ketika itu saya dibimbing ayah melewati pekuburan belanda , pekuburan yang tidak terawat, banyak alang alang dan tidak terurus. Akibat derap sepatu pembangunan , saya saksikan pekuburan itu di gusur,entah dipindah kemana tulang belulang keturunan kulit putih itu, lalu dibangun terminal bus antakota, orang menyebut terminal lintas. Belum puas menggusur pekuburan, beberapa tahun kemudian lalu terminal lintas pun di gusur pula. Dalam hati saya , akankah Mall Andalas ini akan digusur pula nanti. Entah lah, ma tau wak. . .
Setelah shalat ashar di mushola Bank Nagari di lantai dasar gedung utama, sayapun menemui Kadiv umum bank plat merah itu. Kami membicarakan beberapa hal penting yang berhubungan dengan rencana pemesanan barang cinderamata atau souvenir .Lalu contoh contoh yang khusus saya bawa dari Jakarta itu di tinggalkan untuk dirapatkan dengan team khusus masalah seperti ini . Biasalah , , ,sebagai orang timur, saya pun bersalaman pamit sebelum meninggalkan ruangan. Baru saja sampai di pintu saya lihat waktu menunjukan pukul 17.05. Lalau saya menelpon travel yang sudah saya pesan tiketnya untuk segera melanjutkan perjalanan ke Pakanbaru malan ini juga , saya katakan kalau urusan saya di Padang sudah selesai dan mereka akan menjemput saya jam 20.00 wib. Katanya pada saya dalam telepon, uda tunggu selah di satpam bank nagari tu, oto wak pasti barangkek, aman tu , , , demikianlah dia bicara dengan mantapnya.
Seolah olah segalanya dia yang mengatur, begitu pede dia . Dalam hati saya tersenyum, maklumlah tukang galomok, , ,
Pukul 17.10 wib saya berada dalam ruangan satpam, dekat pintu utama , tetapi tak ada onggota security disitu , hanya ada seorang anggota brimob, lengkap dengan senjata laras panjang yang selalu saja di tentengny kemana saja. Saya lihat anggota ini masih sangat muda , masih belia betul, ketika saya sapa dan tersenyum padanya, diapun berlaku sopan dan mempersilakan saya duduk. Mau kemana pak , katanya. Saya katakan nanti malam rencana mau ke Pakanbaru, dan sayapun minta izin untuk menompang mencas hp yang sudah sekarat battery nya. Dengan ramah jugalah anggota brimop ini mempersilahkan permohonan saya, di pos satpam yang kecil itu saya melihat di atas meja ada televise 14 inci, buku catatan yang sudah kumal, majalah tts koran lusuh , beberapa buah pulpen yang sudah tidak bisa dugunakan , dan asbak rokok yang sudah penuh puntung dan abu.
Saya teringat bahwa masyarakat Indonesia adalah perokok berat kelas satu se Asean Saya masih sempat melihat jam tangan menunjukan pukul 17.13 wib. Sayapun membalak balek koran yang lusuh itu, ada sebuah iklan yang menggoda dan saya coba menelponnya, ta lu lit, alias tidak tersambung. Saya coba iklan yang lain, ada dump truck mau dijual, iseng iseng merintang waktu. Rupaya suara perempuan di seberang saya, dia pedagang mobil, kami bicara soal truck angkutan batubara, tronton. Pembicaraan kami asyik dan nyambung juga, sekira dua menitanlah percakapan itu , , , , ,
Pembaca yang budiman, izinkan saya meneruskan kisah ini, kisah nyata yang saya alami sendiri, bersama ribuan kisah dan derita yang belum diceritakan oleh masing masing yang orang yang mengalaminya , dan jangan anda berhenti membacanya kecuali sampai selesai. Saya salah satu yang beruntung, karena dipilih Allah untuk langsung menyaksikan peristiwa dahshad ini.
Sedang asyiknya kami bergunjing seputar mobil truck, serta merta si ibu itu berteriak keras sekali, katanya , , ,tolooong,, ,gempaaaaa .Tepat pukul 17.16 wib., Lalu hubungan telepon terputus. Mungkin hanya satu atau dua detik kemudian, saya mendengar orang banyak yang berada di luar pos jaga itu berteriak , , MasyaAllah, , , semua bergoncang inikah gempa, ,tapi kok hebar sekali, , ,jangan jangan ini bukan gempa, tapi kiamat. Saat itu lah saya mendengan suara, saya segara keluar dari pos jaga itu ,entah dari mana saja datang suara itu, bergemuruh, suara berzikir, , ,suara alam berzikir memuliankan –Nya, saya dengar orang menyebut nama Allah. .Katanya ya Allah , ,ya Allah, ,Saya saksikan dedaunan dan ranting pohon sujud padaNya. Saya melihat atap genteng, dinding, bangunan, tiang listrik rubuh tersungkur bersujud pada Allah. Sepeda motor, mobil yang sedang di parkir tak kecuali menyembah pada yang punya alam Semesta ini , orang orang tak bisa berdiri, semponyongan dan terkadang roboh., Mungkin yang biasanya jarang orang menyebut nama Tuhan, kala peristiwa itu datang, semua memanggilNya, semua patuh menurut perintah Nya. Rerumputan, bunga, dedaunan, pohon,. burung burung , bukit , gunung, lautan, semua itu patuh dan ikhlas menerima apa saja yang dikehendaki oleh Nya..Menurut dugaan saya yang bukan ahli soal gempa, gondangan ini diperkirakan sekitar satu menit lah. Mungkin bukan 7,6 SR , Lebih dari itu ,maaf kalau saya keliru.
Saudaraku yang lagi membaca kisah ini, , ,ketika itu ,saya menyaksikan wajah Tuhan, kemana saja saya menghadapkan muka, ,hanya wajah atau setidak tidaknya , saya melihat bias wajah Tuhan, sang Raja di Raja. Saya berurai air mata, saya termasuk hamba yang beruntung, Tuhan telah mengundang saya untuk datang ke Padang kota tercinta, tepat pada waktu yang Dia kehendaki. Kepada saya Dia berikan pengalaman batin yang luar biasa, Dia sangat sayang pada saya dan pada kita semua, saya merasakan peristiwa ini membawa hikmah tersendiri, dan sangat berarti untuk bisa kita tahu diri, bahwa hidup dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau semata., hanya sandiwara sementara. Lihatlah, untuk apa harta berlimpah,, sementara disebelah rumah kita ada yang belum makan . Hanya beberapa dedik saja, kita rasakan akibatnya. Allahu akbar, , , Peristiwa bersejarah itu terjadi jam 17.16 wib , tanggal 30 September 2009 ( silakan buka Al-Qur;an surah 17 ayat 16 ) Kenapa angkanya 17 dan 16, , ,mari kita renungkan.
Saya tidak perlu lagi menceritakan pada anda betapa banyak gedung, rumah, sekolah,sarana ibadah,sarana umum yang rusak porak poranda, tentu diantara pembaca juga sudah mengetahui banyak dari berbagai media tentang banyak hal yang terkait peristiwa gempa di sumbar ini. Apalagi ekspos media televise yang sudah sangat banyak berjasa memberi kabar setiap perkembangan yang terjadi, karenanya pula perhatian dunia internasional pada Sumbar dua pekan belakangan ini sangat dominan
Setelah gempa terjadi, banyak orang beseliweran, kesana kemari terkadang tak tentu arah, mobil dan motor dikendarai seperti tak terkendali, panik menyelimuti warga Padang ketika itu. Orang orang kebanyakan menyangka sunami akan melanda, tapi masih untung, Tuhan masih banyak Sayang Nya dibanding MurkaNya .
Saya mendengar jeritan seorang ibu mencari anaknya yang terlepas dari pangkuannya ketika peristiwa itu berlangsung, saya juga menyaksikan korban mulai digotong dari reruntuhan puing yang berantakan. Juga saya lihat darah dan air mata menggenangi negeri yang tadi terkesan makmur itu. Inilah malam malam kelabu bagi masyarakat Minangkabau dimana saja berada, terutama bagi mereka yang mengalami kejadian ini
Sekitar sepuluh menit sesudah gempa, saya masih berada di sekitar gedung Bank Nagari dan gedung Mal Andalas, tempat saya membeli carger tadi. Saya saksikan percikan api di lantai atas mall Andalas,lalu terbakar dan asap membubung ke angkasa, orana orang sudah tidak peduli dengan materi, mereka hanya mencari sanak keluarga dan handai tolan. Saya masih sempat mengambil gambar foto beberapa titik, camera video tak bisa digunakan karena lowbat.
Saya menengadah ke atas langit, saya lihat warna kelabu, bercampur asap tebal, banyak titik api yang muncul, semua itu tak dihiraukan.Yang berharga ketika itu adalah nyawa, , ,nyawa, ,, Pembaca bisa bayangkan, setelah kejadian seluruh kota padang lampu mati, hubungan telepon seluler terputus , jarinyan internet tak ketinggalan . Saya juga kehilangan kontak dengan semua orang, saya rindu anak saya ,mereka di Jakarta , mungkin dia tidak tahu kalau ayahnya sedang berada di lokasi bencana . Orang tak berani pulang kerumah, mencekam, bingung, banyak yang pingsan, mengungsi kemana saja yang di anggap aman,karena tak tahu harus bagaimana, tak ada yang mengarahkan, semua panik,masing masing menyelamatkan diri sendiri. Hanya sekelompok kecil orang yang beriman lah yang bisa memandang semua ini dengan tenang, mereka redho, mereka ikhlas. dan dia tak terkejud apalagi panik sampai tak terkendali.
Sambil saya menahan haru dalam kebisuan, ketika itu saya putuskan untuk segera meninggalkan kota yanga sudah porak poranda ini, bukan tidak mau peduli dengan saudara yang terluka, tetapi karena malam itu betul betul sangat mencekan. Dimana mana jeritan tangis, kepiluan dan kehancuran. Saya munuju kearah bandara, tidak ada bus , tak ada angkutan, tak ada listrik dan penerangan, tak ada yang jualan, saya terkulai kelelahan di pinggir jalan, lapar , bersama ribuan yang lainnya.Sampai tengah malam saya tak tahu berita, tak ada radio apalagi televise.
Sekira jam 05.00 pagi, saya melihat ada mini bus yang mengarah ke utara, arah lembah anai, saya pun ikut menyelip duduk diantara wajah wajah pucat pasi. Tak ada pembicaraan orang , kecuali masalah petaka yang telah menimpa Pukul 06.30 sampai bus kami di lembah anai, saya harus puas sampai disini saja, jalan di silaiang putus karena longsor.Banyak mobil berhenti , tapi bus mini yang saya tumpangi tadi berbalik arah ke Padang lagi , mungkin cari sewa atau takut ambil resiko dia .Orang Orang berjalan kaki, saya pun berjalan kaki meneruskan perjalanan. Saya menyaksikan , banyak orang membawa barang atau mendorong sepeda motor melewati jalan kereta api, melintasi jembatan , tebing yang dan jurang dan bahkan terowongan, sangat berbahaya. Pemandangan sangat langka. Sayang sekali kamera hp tak berfungsi ..
Tak disangka sangka, kebetulan saya dapat kawan baru, kenal sewaktu sama istirahat di bahu jalan, dia pake motor, lalu saya ditawari untuk bergabung sebab dia sedang bingung, dengannyalah saya dapat kemudahan. Kini perjalanan saya lumayanlah, bonceng dengan motor kawan baru itu, dia se betulnya takut sendiri, dari itu kami saling membantu, saling membutuhkan. Akhirnya sampailah kami di tumpukan ratusan mobil dan ribuan motor yang terjebak longsor kira kira tiga atau empat kilo lah dari lembah anai , macet dari kedua arah ,longsor hebat. Batu besar menghalagi jalan, tak mampu alat berat menggesernya, besarnya hampir sebesar truck tangki , atau truck tronton
.
Saya melihat tentara kita, berpakaian loreng, alat beratnya pun berwarna hijau tentara,mereka bahu membahu menanggulangi tumpukan batu bercampur akar kayu dan tanah, saya tak melihat petugas resmi pemerintah yang mengaturnya, cuman tentara saja yang kelihatan. Kami ikut antri di antara ribuan sepeda motor di bibir lokasi bencana, di tepi sungai, ingin rasanya saya menghirup air sungai yang deras itu sekedar pengganti minum kopi pagi.Saya mulai rindu sarapan pagi, keroncongan, rupanya baru tersadar bahwa dari kemaren sore saya belum makan Tapi saya bangga, karena saya yakin bahwa orang banyak itu juga belum makan, akhirnya saya katakan pada perut saya, sabarlah dulu, , sampai di Bukittinggi nanti kita beranikan minta nasi pada orang yang mungkin punya nasi, atau kita cari warung yang buka , lalu perut saya menjawab, , ,iyalah, kalau begitu saya usahakan pura pura kenyang saja, kan baru sehari ga makan.
Setelah matahari tergelincir, kami berhasil melewati longsoran itu, semua pengen cepat, semua adu pintar cari jalan , dua arah tak dapat dikendalikan , asap knalpot tak terelakan lagi , membuat mata perih, areal itu seperti medan untuk motor croos. Waktu itu mobil belum bisa lewat, batu besar masih menganga di tengan jalan.Titik longsor tidak hanya satu, ada di empat lokasi Sampai di Padang Panjang kami sholat dulu disebuah Masjid yang rusak, dekat sate saiyo , lampu gantung nya jatuh, berderai kacanya.
Ini adalah perjalanan penuh perenungan , disepanjang jalan memasuki kota Padang Panjang yang damai, saya tetap merenung , istigfar dan menyesali kesalahan dan perbuatan tak terpuji lainnya. Saya introspeksi, saya ingat apakah sholat saya sudah bener, apakah ibadah yang saya kerjakan sudah sesuai dengan tuntunan, semua berkecamuk di kepala saya. Sekitar tujuh kilometer dari Masjid tadi , ada pemandangan yang membuat saya agak terobati, ada papan nama berwarna merah, disitu tertulis, Rumah Puisi Taufik Ismail .. Sesampai di Bukittinggi sorenya, saya bilang sama kawan yang membonceng saya,saya mau turun di perapatan by pass saja, dekat pull travel bmw yang ke Pakanbaru . Kami berpisah , setelah berterimakasih dan mengucapka salam, di meneruskan perjalanannya ke Baso. Saya pandangi motornya dari kejauhan, sampai menghilang diantara mobil yang padat berlalu lalang. Saya baru sadar dan menyesal , siapa nama kawan tadi, oh ya kami belum sempat saling bertanya nama, ,,
Setelah saya pesan tiket traver ke Pakanbaru. Langsung saya cari rumah makan, berjarak puluhan meter saja saya bertemu dengan rumah makan Gon Raya. Sesuai janji saya ,saya raba perut , saya katakana kita sudah sampai, sekarang di rumah makan,bersiaplah menerima sumber energi, makanan enak sudah terhidang, , , tanpa diduga perut saya berbisik pada saya dengan lantang nya. Katanya, , juragan enak ya , mau makan sesuka hati , ada aneka buah, ada agar, ada teh telor, martabak dan yang enak enak lainnya. Gan, , , ,ketahuilah sekarang ribuan orang mulai kelaparan di lokasi bencana, ratusan orang sedang berhadapan dengan sakaratul maut, ratusan anak menangis mencari ibu mereka di reruntuhan bangunan yang malang .
Saya tersadar dari teriakan perut saya, dan saya berkata padanya sambil membela diri . Iyalah perutku, sebelum aku memikirkan orang lain yang belum makan , sebaiknya aku makan juga lah dulu, bagaimana mungkin bisa peduli pada sesama kalau perut lagi lapar.
Akhirnya saya makan juga secukupnya saja, malu saya sampai kenyang , sebab banyak saudara saya yang kesusahan mendapatkan sepiring nasi , mereka membutuhkan uluran tangan, perlu obat obatan.
Tepat pukul16.00, mobil yang saya tumpangi segera berangkat menuju Pakanbaru, saya tak tahu apa lagi , kerinduan memeluk bantal saya bayangkan dengan indah nya , saya tertidur. Capek.
Laras pku,12 /10/09