09 Agustus, 2009

kalian keterlaluan


Hari ini beda sekali dengan hari hari biasanya. Cuaca panas menyengat, padahal matahari belum tergelincir ,angin kencang bak limbubu tak terkendali, dedaunan dan ranting berserakan kemana mana tak tentu arah, berantakan seperti kapal pecah kampung yang tadinya sejuk dan damai itu . Orang orang pada berlarian tunggang langgang kesana kemari seolah olah ada yang dikejarnya , atau ada yang mengejarnya, berlari tak tentu arah tanpa tujuan, padahal tidak ada yang dikejar dan tidak ada pula yang mengejar mereka...Tanpa kendali. Semua panik.


Seorang tetua kampung turun ke tanah lapang,berpakaian warna hitam sederhana dan berjubah, lengkap dengan tongkat nya, dia mencoba menenangkan kepanikan yang melanda negeri itu, lalu dia menaiki batu besar dan berdiri diatasnya dengan gagah berani. Sorbannya terlepas ditiup angin kencang , rambut panjangnya tergerai yang sesekali menutupi keriput wajahnya yang sudah sepuh , namun fisiknya masih sangat kuat untuk ukuran orang seusia seperti tokoh kampung ini.


Dengan mantap dan suara keras dia berbicara dalam bahasa tradisi yang dimengerti hanya oleh penduduk asli lembah subur itu.
Saya akan terjemahkan untuk pembaca semua pembicaraan orang tua sakti itu kepada semua penduduk negeri .
Katanya dengan suara lantang, , ,wahai orang, , ,cepatlah kalian berkumpul ditanah lapang ini, hilangkanlah kegelisahan yang melanda , lupakanlah kegalauan yang baru saja kau saksikan , , tidakkah kalian mengetahui bahwa ini bertanda sesuatu akan terjadi, , ,cepatlah berkumpul.Hayo segeralah . Wahai penduduk negeri yang kucintai, lekaslah kemari, , , ,Tetua berbicara berapi api


Orang orang mulai hilang kepanikannya , mulai datang akal sehatnya lagi, seiring dengan perginya limbubu dan keadaan mulai normal,sebagian memang masih ada yang tacingangak atau terpana karena fenomena yang baru saja mereka saksikan.
Dalam waktu tidak terlalu lama semua penduduk negeri sudah berada di tanah lapang, Ada yang pakai baju, ada yang bertelanjang dada dan ada pula hanya pakai kain sarung saja. Anak anak , orang dewasa , lelaki dan perempuan semua berkumpul jadi satu di tanah lapang ,demi kecintaan mereka pada tetua kampung. Mereka ingin mendengar petuah yang sudah lama tidak mereka dapatkan


Dan orang tua itu berbicara lagi dengan kerasnya, , , ,Tidakkah kalian tahu , apa kalian sudah lupa kejadian sepuluh tahun yang lalu, ketika itu negeri kita ini sangat makmur dengan hasil pertanian yang melimpah, ternak kita berkembang biak dengan susu segar yang lebih dari cukup untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. Sejenak orang orang terdiam, lalu seorang diantara kerumunan itu mengacungkan tangannya keatas, dia bertanya pada tetua yang agung,, , , , lalu apa gerangan yang akan terjadi yang mulia,, , ,jangan biarkan kami dilanda kemalangan yang kami tidak sanggup memikulnya.
Tetua yang penuh kharismatik itu dengan kasih sayang dan cinta berbicara lagi , , , Satu dasawarsa sudah berlalu,, , ,waktu itu kalian mulai terlena dengan kondisi kemewahan dan kemudahan, hidup kalian kaya raya . Lumbung padi kalian tak ada yang kosong,sementara rumah peribadatan lengang, lalu kalian lupa dan sebagian berpura pura lupa. Sungguh kalian melampai batas, sementera di kampung seberang sana banyak kelaparan dan penderitaan , anak anak mereka kurang gizi dan tidak bisa membaca tak kalian hiraukan,Kalian minum dari mata air kenikmatan sementara disana banyak genangan air mata dan kesengsaraan Kenapa kalian lalai setelah Tuhan memberi banyak kemudahan dan kenikmatan untuk penduduk negeri kita yang subur dan kita cintai bersama ini.


Tentu kalian masih terbayang petaka yang datang menimpa negeri ini sepuluh tahun lalu, longsor datang menerpa rumah penduduk, tanah pertanian yang subur berobah jadi lautan lahar yang panas membara ,gunung menumpahkan isi perutnya mengenai tanah subur kita.Tidakah kalian renungkan kenapa kampung yang dekat dengan sumber bancana tadak terkena, sementara lembah tempat bernaung kita jauh namun disapa bencana. Kenapa. ? ? ? ?
Katanya lagi dengan penuh semangat, , , , ,Sekarang ini, setelah sepuluh musim berlalu, setelah seratus lebih purnama terlewatkan, , ,sepertinya kalian mulai lupa kepada sejarah, , ,lupa kepada rizki yang mulai melimpah lagi, , ,kalian mulai congkak dan terkesan sombong, Ketahuilah bahwa tanah ini , tempat kita tinggal dan bercacok tanam ini tidak akan pernah rela adanya kemunafikan, keserakahan, ketamakan dan ketidak-adilan. Cepatlah berbenah , kembalilah ke jalan yang benar sebelum alam ini Berang…!!! Ramaikanlah tempat ibadah dan basahilah keningmu dengan air wudhu seperti sediakala. Bersyukurlah dan mintalah keberkahan pada Sang Pencipta.


Diantara orang orang yang mendengarkan petuah itu ada yang terisak isak karena keharuan dan tersentuh hatinya mendengar uraian yang penuh dengan kasih sayang itu. Seorang ibu berlinang air matanya karena tak tertahankan kepiluan hatinya menyadari keangkuhan dan kesalahan yang diperbuatnya selama ini.
Enam bulan sesudah kejadian itu , ketika musim panen tiba, sangat terasa perbedaan dengan musim yang lampau,. Kini semua orang orang berbahagia, tak ada yang tertindas , tak ada yang menindas, hidup rukun dan damai. Kebersihan negeri terjaga, rumah ibadah tidak lengang lagi.
Aku terpana di bawah sebuah pohon yang rindang , memandang ke anak sungai yang jernih airnya, diseberang sungai terdapat hamparan sawah yang baru dipanen, Nampak jelas bebukitan yang menghijau, dibelakang nya lagi terlihat gunung menjulang tinggi, dibelakang gunung ada hamparan langit biru,sebagian berawan. Tak dapat kusembunyikan rasa kagum pada alam yang sangat indah ,pemandangan yang mempesona jiwa , lukisan hidup Yang Maha Kuasa.


Aku saksikan kampung tetua di lembah itu, yang pernah diceritakan Ayah pada ku, dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar